Opini  

Boalemo 26 Tahun, Antara Umur yang Dewasa dan Luka yang Tak Kunjung Sembuh

Oleh: Nanang Syawal 

Poota.id, Opini – Dua puluh enam tahun sudah Boalemo berdiri. Umur yang, dalam ukuran manusia, sudah seharusnya matang, arif, dan mapan. Namun di hadapan cermin sejarah, wajah Boalemo justru tampak letih, dihiasi retakan janji, luka akibat ketidakadilan, dan bayangan korupsi yang tak kunjung sirna.

Di saat baliho ucapan selamat ulang tahun berdiri gagah di pinggir jalan, rakyat justru masih menunduk memikirkan harga beras, menahan kecewa pada pemimpin yang gemar berpidato tentang kesejahteraan tapi diam di depan penyelewengan. Yang diperingati tiap tahun bukan lagi semangat pembangunan, melainkan keberanian rakyat untuk tetap bertahan.

Boalemo pernah digadang sebagai daerah yang berani berubah — kabupaten yang lahir dari semangat perlawanan terhadap ketimpangan Gorontalo kala itu. Namun hari ini, semangat itu telah diperdagangkan di meja kekuasaan. Kita pernah menyaksikan rumah sakit yang dipimpin dengan prosedur cacat, videotron megah yang menggusur aset rakyat, perjalanan dinas fiktif yang menelan uang publik, hingga kisah kelam narkoba yang mencoreng nama lembaga wakil rakyat. Seakan negeri ini telah kehilangan rasa malu.

Baca Juga :  Lari dari Kemiskinan: Dari Jalan Maraton Menuju Jalan Baru Ekonomi Lokal

Bahkan di tengah kemiskinan yang masih tinggi, dana publik justru mengalir ke arah yang tak jelas, dari hibah ke aparat penegak hukum, proyek-proyek siluman, hingga kredit macet bank daerah yang menguap tanpa tanggung jawab. Semua berjalan seolah-olah normal, karena sistemnya memang dibangun untuk menormalkan kebusukan.

Apakah Boalemo sedang merayakan usia, atau sedang memperingati kemunduran? Apakah benderanya dikibarkan untuk kebanggaan rakyat, atau untuk menutupi kebusukan para pejabatnya?

Boalemo tidak kekurangan orang pintar — yang kurang hanyalah kejujuran dan nyali moral. Bupati boleh berganti, DPRD boleh berfoto bersama, tetapi rakyat tahu, perubahan tidak datang dari pidato. Ia datang dari keberanian menolak kebohongan.

Dua puluh enam tahun Boalemo seharusnya menjadi momentum muhasabah: bahwa daerah ini butuh pemimpin yang kembali pada niat awal — melayani, bukan memperkaya diri. Butuh pejabat yang berani membuka laporan keuangan, bukan menutupinya dengan acara seremonial.
Butuh rakyat yang tidak hanya tepuk tangan di panggung, tapi berani menegur di depan kantor pemerintahan.

Baca Juga :  Pembangunan Batalyon, Ikhtiar Strategis Menuju Boalemo yang Kuat dan Mandiri

Sebab kalau tidak, tahun-tahun berikutnya hanya akan menjadi hitungan kosong.
Dan ulang tahun ke-27 nanti akan kita sambut dengan kalimat yang sama,
“Boalemo Belum Pulih Dari Penyakit Lamanya, Korupsi, Ketamakan, dan Kehilangan Arah.”

Terimakasih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *